4/13/2013 -
aulia's sketch
No comments
Solo - Jogja jurusan Paris
Membaca novel lebih dari 1 biji itu ternyata
melelahkan ya, sadarku. Tak sepatah katapun ingin kuucapkan sekarang, hanya
beberapa udara yang keluar dari bibirku karena rasa lelah. Fiuuuhh, lelah
rasanya. Aku membuka mata dan melihat kearah jendela. Tersajikan hamparan kota Paris
di malam hari, sungguh indah. Beberapa jalanan membentang, gang-gang kecil, dan
tetap dengan suasana tua yang berasal dari beberapa hiasan rumah juga lampu
jalanan. Paris, aku selalu bisa tersadarkan bahwa aku sedang jauh dari rumahku
ketika menatap kearah luar dari jendela ini. Kesibukan disana-sini bikin aku
lupa bahwa aku berada ribuan mil jauhnya dari rumah, dari sebuah kota yang juga
terkenal tua seperti Paris. Solo, jawatengah, Indonesia. Indonesia, aku sadar
aku jauh darimu tapi aku lega. Tahukah kenapa? Karena aku lelah denganmu
Indonesia. Aku dan pengalaman satu hari yang gila dengan datang ke negara lain
tanpa tujuan jelas. Jelas sih, aku ingin melanjutkan studyku disini. Tapi tetap
saja, tanpa tahu akan tinggal dimana dan akan memilih Universitas mana adalah
suatu ketidak jelasan yang benar-benar absurd.
Semua
dimulai dari rasa sakit yang kutinggalkan di Indonesia, dari rasa kehilangan
yang begitu mendadak kedatangannya. Aku masih sangat ingat bahwa aku kehilangan
kedua orang tuaku secara bersamaan. Ya, mereka pergi meninggalkanku. Aku, dan Aryanu.
Namaku Aulia, aku anak kedua dari 2 bersaudara dengan Aryanu. Dia kakak ku
satu-satunya, dan juga merangkap sebagai orangtua semenjak kepergian kedua
orangtuaku. Dia yang mengusulkanku untuk pergi ke Paris tepat 5 hari setelah
kepergian kedua orangtuaku, dan aku sama sekali tidak merespon sarannya waktu
itu. Dua hari setelah kami membahas itu, pagi buta setelah aku menangis
semalaman aku menemukan visa dan pasporku yang ternyata sudah diurus oleh Aryanu.
Dia tidak mengatakan padaku, mungkin karena dia pikir aku tidak berminat karena
aku tidak menggubris sarannya waktu itu. Kenapa Paris? Karena aku sangat
terobsesi dengan kota ini. Aku selalu membaca artikel tentang Paris secara mendetail
setiap aku menemukannya dimanapun, dan mempelajari segala hal tentangnya.
Bahkan, sebetulnya waktu itu aku sudah menjadi mahasiswa jurusan sastra prancis
di salah satu Universitas Negeri di Jogja. Tapi, siapa sangka. Kekalutanku
benar-benar membawaku ketempat ini. Ke Paris. Aku mengatakan sebuah kalimat
datar di depan Aryanu, dan kemudian aku langsung melakukan perjalanan selama 13
jam diatas pesawat menuju Paris. Kalimat yang aku sendiri tidak ingat sampai
sekarang.
Triiingg..Triiingg..
suara itu berasal dari nada dering handphoneku, dan aku sudah bisa menebak siapa yang menelpon. Pasti Aryanu. Padahal sudah 5 bulan aku disini, dia masih saja bertingkah sama seperti hari pertama aku menginjakkan kaki di Paris. Menelpon berkali-kali dan menanyakan hal-hal nggak penting. Mulai dari sudah makan, lagi dimana, dan pesan-pesan bijak yang lebih terdengar seperti kakek menasehati cucunya.
“ Iya.. haloo.. “
“ hei, kok lama sih ngangkatnya? Bukannya harusnya
sekarang kamu udah ada di kamar kamu ya dek? “ pertanyaannya seperti polisis
yang sedang menginterogasi teroris
“ ya emangnya aku nggak butuh mandi apa mas? Aku
baru selesai mandi tau.” Jawabku ketus, aku memang paling benci diinterogasi.
Huh.
“ oo.. udah makan belum?”
“ udah kok, mas yan sendiri? Udah juga?.”
“ belum, ini masih di klaten ngurusin resto.
Capek.”
Dan
itulah Aryanu, dia selalu menasehatiku tentang makan tepat waktu, istirahat
cukup, olahraga, dan bla..blaa.. blaa.. tapi aku yakin dia sendiri tidak
melakukannya. Dia terlalu sibuk dengan beberapa resto warisan kedua orang tua
kami. Warisan paling berharga yang dapat menghidupi kami hingga sekarang.
Bersyukur sekali dulu orang tua kami tidak pernah mengajarkan kami hidup yang
sungguh diluar batas, mereka selalu menananmkan kemandirian dalam diri kami
sehingga kami bisa langsung bangkit dari keterpurukan. Ya.. walalupun tidak
benar-benar 100%. Banyak orang menilai bahwa aku dan Aryanu adalah kakak adik
terhebat, mereka bilang aku adalah wanita kuat dan cerdas dan Aryanu adalah
laki-laki bertanggung jawab yang tekun. Tapi mereka tidak tahu perasaan kami,
mereka tidak tahu betapa hingga hari ini aku masih saja menahan tangis ketika
sedang sendiri, begitu juga Aryanu. Aku tahu dia sering menangis ketika hendak
tidur, budhe yang bilang.
“ ndug, mas mu nangis terus sebelum tidur. Budhe
nggak tega, pengen ngajak ngiomong tapi ya ngomong apaaa.. mas mu kan
laki-laki, biasanya lebih bisa nyambung kalo yang nasehati laki-laki. Tapi ini
pakdemu masih belum bisa sambang ke solo. Jadi bingung budhe iki. “
“ yaudah biarin budhe, paling mas juga Cuma
sementara kayak gini. “ jawabku santai , tapi tetap saja dengan suara bergetar.
Aku menahan tangis, menahan rasa sakit.
Tanpa terasa, air mataku menetes dan aku buru-buru
menghapusnya. Ketika aku mengusap-usapkan tanganku, tak sengaja sikuku
menyenggol buku harian ku dan jatuh di trotoar jalan. Duhh.. males banget turun
ke bawah. Aku melongok melihat kearah jalanan, kulihat bukuku masih disitu dan
sepi orang. Langsung saja aku buru-buru ke lantai dasar. Sebelum sampai di
lantai dasar, tiba-tiba ada seseorang memanggilku.
“ Aulia, voulez aller ?? “ kualihkan pandanganku
ke sumber suara, ternyata itu adrien
“ ke lantai dasar. “ jawabku singkat
“ voulez faire quoi ?? “
“ mengambil buku ku yang jatuh, aku tidak sengaja
menyenggolnya.” Jawabku sambil berlari menuju lantai dasar.
Aku
tidak menemukannya, hanya ada kekosongan yang kulihat di trotoar. Itu membuatku
panik dan kebingungan setengah mati. Aku berlari kearah samping kanan gedung
dimana flat ku bertempat, tapi masih juga tidak kutemukan. Ya ampuuun, bisa
gila aku kalau nggak ada itu buku diary. Cuma buku itu yang bisa jadi tempatku
mencurahkan semua isi pikiranku tanpa musti mikir tentang jaga ucapan atau
apalah. Aku lari kesana kemari disekitar trotoar, dan aku berfikir. Mungkin
tadi aku kurang cepat berlari dan buku itu terlebih dahulu ditemukan orang
lain. Bisa jadi waktu aku melamban berlari karena panggilan adrien tadi.
Huhuhuhhhuhuhu. Aku benar-benar ingin menangis sekarang.
Keesokan
harinya, aku terbangun dengan mata sembab. Huwaaaa, aku terlihat seperti zombie
jepang. Soalnya mataku sipit dan menggelembung. Huhuhhuhuhu. Padahal hari ini
kan hari pertama aku kerja part time di tempat kerja yang baru, hari pertama
kelas baru dimulai juga, mati akuuu. Masa iya aku mau make kacamata gede nan
gelap biar nggak kelihatan, emangnya mau ke pantai. Aku kebingungan setengah
mati lagi, kedua kalinya setelah kebingunganku semalam. Harusnya aku sudah mati
hari ini, kan semalam setengah mati kebingungan, sekarang kebingungan setengah
mati. Hwaaaaaaaaaaa... im not ready for todaaaaayyyy..
0 comments:
Post a Comment