Saturday, December 28, 2013

Tuesday, December 17, 2013

Siluet Prince Project ( 1-3 )




“dek dek dek, bangun dek. Terne nang perak diluk (anter ke perak sebentar).” Sambil nendang-nendang pelan ke paha adekku

“ngantuk mbak, sek lah (sebentar lah) ” mulet-mulet nggak jelas kemudian mlungker lagi di kasur

“ hwaaaaaaaaaaaaa, cepetaaaaaaaaaaaaaaaannn” kuteriaki dia , sampai akhirnya jawaban pasrah keluar juga
“iyoooooooo (iya)” hahahaha, dia membalas kemudian langsung berdiri dan nyamber kunci motor.

motor melaju melewati kabut malam hari, sepertinya itu adalah jam-jam dimana kabut mulai terbentuk. Tepat pukul 01:00, kulihat jam di tangan kananku. Kurasakan dingin yang melewati pipiku, dan sengaja kuhirup dalam-dalam udara malam itu. Aku menatap kearah kiri, terlihat bangunan masjid nan megah dan terlihat anggun ketika malam. Tepat di hadapan masjid itulah posisi rumahku.
 Rumah, ada sesuatu yang sangat ingin kulakukan dalam jangka lama bersamamu. Tapi, masalah yang menyelimutimu membuatku ingin lari. Menarik garis membelah provinsi, dan masih enggan kembali. Ada sesuatu..
Setelah nunggu lumayan lama di sisi kiri jalan yang membawa kearah jawatengah, akhirnya lewat juga satu bus yang kelihatan jelas arahnya. Papan nama bertuliskan yogya di depannya langsung bikin aku jingkrak-jingkrak kesenengan. Baru masuk, ternyata aku nggak dapet tempat duduk. Yaaaahh, terpaksalah duduk di depan deket supir. Berada tepat di depan kaca bus yang gedenya hampir sebesar layar proyektor. Hihihi, berasa lagi nonton film layar lebar yang isinya Cuma jalanan arah solo.
10 menit berlalu, dan ketika bus berada di kertosono, kernet bus memberi tahuku bahwa di belakang ada satu bangku kosong. Aku berjalan ke belakang, kulihat beberapa orang sedang tertidur dan satu bangku kosong di sebelah ibu-ibu yang juga sedang tertidur. Tanpa permisi, langsung saja aku duduk disebelah ibu itu. Buseeett, ibunya ngorok men. Suara dengkuran nya memang pelan, tapi aku yang berada disebelah ibu itu pasti denger. Masih saja kuperhatiin itu ibu-ibu sambil meringis-meringis Aneh. Dan..
            BUK!!!!
            “ aduh “ kupegang pelipisku dan kulihat sebelahku ada seorang laki-laki yang sedang membetulkan posisi tas laptopnya dan terus mengucapkan maaf.
            “ maaf mbak, saya nggak sengaja. Maaf. “
            “ iya mas nggak apa-apa.” Aku tersenyum kecil
Kuperhatikan kembali laki-laki itu, kulihat dia yang sedang bersandar di samping kursi di depanku. Wajahnya bener-bener nggak asing, wajahnya kelihatan mirip dengan seseorang. Apalagi waktu dia minta maaf sambil masang muka memelas tadi, bener-bener mirip. Mirip sama dia, dia yang jauh disana. Pikiranku mulai melayang jauh, kembali pada 3 bulan yang lalu. aku menangis di hadapan laki-laki bodoh itu, dan rasa sakitnya masih terasa.
            “ mau kemana mbak? “ pertanyaan dari ibu-ibu disebelahku membuatku kaget dan tersadar dari lamunanku. Kapan ibu ini bangun yaa, udah ngorok misterius pula ibu ini. Hiiiyy..
            “ ke solo bu. “ jawabku sambil tersenyum Aneh
Ibu itu tidak menjawab dan memalingkan wajahnya ke lain arah, tuha kan Aneh. Dan aku melanjutkan kegiatan penelitianku sebelumnya. Meneliti laki-laki itu. Kupandangi laki-laki itu, Ganteng, manis juga, badannya jadi lagi (sixpack), dengan celana selutut warna brown army sama jaket parasit warna hitam. Wuuu, my favorite style. Dia memakai tas punggung warna hitam dan membawa tas laptop slempang dengan warna senada. Wajahnya yang agak putih bikin wajahnya terlihat fresh walaupun dilihat dari samping. Dia siapa yaa, aku jadi penasaran. Bentuk wajahnya, manisnya, bener-bener mirip sama orang itu. Tapi tingginya nggak sih, lebih tinggi laki-laki ini. Mungkin bedanya sekitar 8-10 cm. Dan waktu aku masih dengan serius memperhatikan laki-laki di depanku itu, mendadak dia menengok kearahku dan kami sempat berpandangan selama sepersekian detik sebelum akhirnya dia mengalihkan kembali pandangannya. Mampuuuuuusssss, ketahuan pasti ini. Duh tengsiiiiiiiin. Ke GR an pasti ini orang. Huh. Karena aku capek mandangin dia terus, dan takut ketahuan lagi, akhirnya kuputuskan untuk tidur saja.
Lama tertidur, dan aku terbangun dari tidurku. Mataku langsung mengarah ke jendela. Kulihat diluar begitu gelap. Sudah berapa lama ya aku tidur? Kepalaku agak pusing gara-gara tidur sambil duduk, mungkin tadi posisi kepalaku kurang nyaman jadinya sekarang leherku juga ikutan nyeri. Huh. Kulihat kedepan dan laki-laki tadi menghilang. Dimana ya dia?. Kutegakkan posisi dudukku dan kulihat kearah depan, Cuma kelihatan kepala. Mana aku tahu dia yang mana. Kulihat kebelakang, dan dia tidak ada di segala tempat duduk di belakang. Berarti dia di depan, tapi yang mana ya? Aku masih saja penasaran. Yahhh, nggak ketemu. Padahal kan manis banget, lumayan buat bersihin belekan di mata biar lebih fresh. Hihiiihihii. Aku mulai senyum-senyum sendiri. Duh apaan sih. Hihihihi
Setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya bus sampai di terminal tirtonadi, itu artinya aku sudah sampai di solo. Kulihat beberapa orang keluar dari bus, kuperhatikan satu persatu, tapi tetap saja tidak kutemukan laki-laki itu. Berarti laki-laki itu ambil jurusan jogja, fikirku. Setelah bus kembali melanjutkan perjalanan selama 10 menit, aku bersiap turun di depan RS. Yarsis yang berada tepat disebelah kampusku. Aku menyiapkan barang-barangku, membetulkan posisi hijabku yang berantakan akibat posisi tidur tadi, dan berjalan kearah depan dekat sopir. Aku berdiri di sebelah sopir sambil memegang tiang paling depan untuk menjaga keseimbangan tubuhku yang masih ngantuk. Sambil berdiri, kuedarkan pandanganku kearah belakang, dan ih wooooowww.. kutemukan laki-laki tadi. Dia tertidur dengan lucunya. Wajahnya tidak begitu terlihat karena posisi duduknya yang membungkuk membuat bagian dagunya sedikit terbenam di kerah jaketnya. Mas ini, mau pasang muka memelas kayak tadi, mau biasa aja, mau tidur kayak gini, dilihat dari samping, dari depan, masih aja kelihatan manis. Anak siapa sih ini, dan aku mulai senyum-senyum nggak jelas sambil mandangin laki-laki itu. Hihihihi. Aku tahu, pasti sekarang pipiku merah. Hihihihi
            “ kampus..kampus..” suara kernet menyadarkanku
Aku langsung memandang ke sisi kanan, dan kulihat bus sudah berada di perempatan jalan dibawah jembatan layang, kulihat pula gerbang kampus yang sedikit sudah pudar warnanya. Tatapanku kembali kearah laki-laki tadi, dan aku langsung selesai dalam sekali pandang. Kusambar tas jinjingku dan langsung turun dari bus. Aku berjalan melewati jalan raya yang sepi, mungkin karena ini masih malam makanya sepi. Kulihat jam tanganku, bener aja sepi lawong masih jam 04.00 pagi. Matahari sama sekali belum menampakkan cahayanya.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 


Hari pertama kuliah rasanya capek, masih ngantuk. Gara-gara semalem perjalanan bus, mataku masih sedikit sembam dan aku menguap berkali-kali. Belum lagi hari ini adalah hari senin, dimana semua jadwal kuliah hanya berisi tentang laboratorium. mulai dari laboratorium kimia, labroratorium pangan, dan laboratorium gizi kuliner. Fiuhhhh, tambah bikin capek aja. Namaku Ayla, mahasiswa jurusan gizi d3 di sini, salah satu kampus muhammadiyah yang telah banyak di berbagai kota. Salah satunya, solo. Atau bisa juga disebut Surakarta. Sekarang adalah semester dua buatku, jadi sudah hampir satu tahun penuh aku berada disini. Betewe, mataku masih capeeeekkk banget. Rasanya pengen pulang lagi ke jombang, atau jalan-jalan ke jogja. Lama juga aku sudah tidak pergi ke jogja, baru nyadar. Huaaahh, kembali ke kelas, seharian penuh menjalani beberapa jadwal laboratorium yang memenuhi waktuku. Mulai dari jam 07.00 pagi hingga 15.00 sore hari. Lelaaaaaaahhhhhhhhhhh.. badanku ambruk diatas kasur begitu sampai di kos an.
Selesai mandi dan sholat, badan lumayan terasa segar walaupun masih agak capek-capek siih. Hmmm, biasanya jam-jam segini di kos an pasti rame, tapi berhubung semua penghuni kos sedang menyelesaikan masa liburannya, jadi deh aku sendirian di kos an. Fakultasku memang terbilang paling kerajinan di kampus. Disaat semua mahasiswa dari fakultas lain sedang melewati 4 hari sisa-sisa liburannya, fakultasku sudah mulai berkutat dengan jadwal-jadwal super padat yang membuat kami merasa ingin muntah seketika dan mengeluarkan beberapa slide PPT dalam bentuk cair. Huaaaaaahhhh. Sudahlah, nggak usah diinget lagi. Bisa-bisa aku beneran muntah kalo masih inget kampus juga walaupun udah bersemayam di kos an.
Mataku menerawang jauh sambil menatap langit-langit kamarku yang di cat pink terang. Aku tiba-tiba teringat kembali pada laki-laki itu, laki-laki manis yang kutemukan di bus malam jurusan jogja. Ngomong-ngomong soal jogja, aku serius dengan pemikiranku tadi pagi bahwa aku sangat kangen sama jogja. Rasanya bisa gila kalau aku membayangkan setiap sudut kota itu. Mulai dari tata kota nya, jalanan padat dengan bangunan khas jawa nya, gang-gang kecil yang memiliki bangunan-bangunan dengan tinggi yang rendah, membuatnya terlihat hangat dan terasa akrab. Tidak seperti bangunan-bangunan tinggi di kota-kota lain yang terlihat angkuh dan memualkan. Dan, tidak cuma tata kotanya yang membuatku rindu, tapi juga sesuatu yang masih tertinggal didalamnya. Jogja, masih ada yang perlu kuselesaikan denganmu. Tentang cerita masa lalu. Zzzzzzzzzzzzzz... aku ketiduran.
Keesokan harinya, kesibukanku dimulai kembali. Berkutat dengan beberapa lab dan kelas.
            “ hai jeeeeeeeng.” Kudengar suara dibelakangku, dan sudah kuketahui siapa pemilik suara itu. Pasti Ane, Anedia prayoga. Temanku yang paling centil di kelas tapi juga teman terdekatku di kelas.
            “ heeii, bisa nggak sih manggilnya jangan jeng, bisa-bisa aku dikira mak-mak rempong yang lagi nyamar jadi mahasiswa lagi.” Gerutuku
            “ ih lebay deh, ini bukan film ya neeng.” Ane mulai menggodaku, kemudian berjalan mengiringiku
            “ lagian kamu ini juga ada-ada aja, masa cewek cantik dan imut gini dipanggil jeng sih. Bisa turun pasaran iniii.” Aku mulai kePDan dan senyam-senyum genit sambil terlihat agak menyombongkan diri.
            “ diih, mulai gila ni anak. Kemaren liburan kemana sih, bisa ampe geser gitu kelakuan?” tanya Ane sambil mulai meletakkan tangannya di jidatku. Dia membalikkan telapak tangannya dan mulai sok-sok an seperti dokter yang memeriksa pasiennya. “tuh kan, panas. Udah mulai nggak waras nih anak.” Ucap Ane, dilanjutkan dengan gelakan tawa. “ ih sialan ya, awas lu.” Lalu kusingkirkan tangan Ane, kemudian kami tertawa bersama hingga terdengar sedikit menggema di lorong fakultas kesehatan lantai 3 yang sedang kami lewati.
Setelah 5 kelas dan istirahat sholat dilalui, akhirnya habis juga jadwal kampus hari ini.
            “ ay, besok sabtu ikutan nggak ?” terdengar suara dari ujung koridor
            “ kemana ?” tanyaku sambil menoleh kebelakang, ternyata Ane.
            “ ada teater di kampus, teaternya anak USF. Sekalian aku mau ngecengin si manis sama anak-anak.”
Anak-anak? Pasti Meida, Pramesti, Gita, sama Rara. Mereka itu gang nya Ane, ya walaupun aku sendiri juga temen deketnya Ane, tapi aku nggak terlalu deket sama 4 orang itu. Kita kenal, sering ngobrol, tapi nggak pernah ada niatanku untuk ikutan gang mereka yang suka ngecengin anak teater yang mukanya aja aku nggak tahu. tapi, itung-itung ngisi jadwal malmingan jomblo, ya ikut ajalah aku.
            “ ikut ne, jemput bisa nggak? “
            “ oke sip. Aku kedepan ya ay, udah dijemput. Kamu ati-ati pulangnya.” Sambil berbalik arah kemudian kami pulang kerumah masing-masing.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Malem minggu dateng lagi, sebeeeeeeeeeel. Harusnya sih sebel seperti biasa, tapi kali ini nggak kok. Malem minggu kali ini adalah waktunya aku jalan-jalan bareng-bareng temen-temen kelas. Yuhuuuu.. akhirnya malem minggu nggak sepi kayak biasanya. Maklumlah, jomblo akut. Hahahaha
Kakiku jalan dengan santainya, senada sama baju yang aku pake. Super santai. Cukup celana jeans biru muda dengan hiasan sedikit belel di bagian lutut dan betis, kaos oblong panjang setengah paha  dengan lengan berwarna hitam dan bagian dada warna putih bertuliskan superman, dan hijab berwarna hitam. Belum lagi, jam tangan warna putih di pergelangan tangan kanan dan gelang ombre sekitar 7 biji di tangan kiriku, hwew.. aku berasa balik jadi anak SMA lagi malem ini. Hahaha. Style ku malem ini bisa dibilang style dadakan, gimana nggak dadakan? Lawong aku baru bangun tidur langsung ditarik dan diajakin berangkat, walhasil ya beginilah. Padahal kaos ini udah aku pake tidur 2 hari . sssstttttt.. tapi itu rahasia. Untung aja tadi aku sempet nyamber facial foam di kamar mandi, jadi ya sekarang aku bisa bersihin mukaku di toilet kampus. Hehehehe
Kami, yaitu aku , ane, Meida, Pramesti, Gita, sama Rara, duduk di hall fakultas keguruan sambil menunggu acara tetaer yang sudah kami rencanakan itu dimulai. Beberapa orang di sekitar kami juga sepertinya sama seperti kami, sedang melakukan beberapa hal untuk mengisi waktu menunggu. Ada yang mulai bernarsis-narsis ria foto bersama teman-temannya, ada juga yang berfoto bersama spanduk premier teater yang memang sengaja disediakan untuk berfoto. Ditengah serunya obrolan kami, mendadak Ane dkk mulai ribut sendiri tanpa mempedulikan aku yang terus menatap penasaran pada mereka. Karena posisi dudukku berada di paling kanan, aku jadi nggak ngerti apa yang sebenernya mereka ributin. Ada apa siihh.. batinku.
“ Ne, ada apaan sih? “ tanyaku pada Ane, tapi Ane tetap serius dengan obrolan bareng Rara dkk. Kuperhatikan gerakan mulut mereka, tapi aku tetap nggak bisa menebak apa yang mereka ributin. Tiba-tiba Shinta menunjuk-nunjuk kearah gerombolan cowok-cowok dan 2 cewek diantaranya yang berada sekitar 20 meter di depan kami. Entah siapa yang mereka ributkan, tapi mereka kelihatan freak kali ini. Percis dengan fans JKT48 waktu nonton kumpulan artis yang menyanyikan lagu setengah jepang itu. Tapi bedanya, kali ini mereka nggak pake teriak-teriak dan bawa lampu neon khusus konser. Jari tangan kanan Ane  juga mendadak mulai menunjuk kearah gerombolan cowok-cowok tadi, dan pandanganku mulai serius menatap kearah gerombolan yang lagi mereka tunjuk-tunjuk itu. Mataku mulai mengamati, dan menebak-nebak ada apa sebenarnya. Apa ada yang aneh dari gerombolan cowok-cowok itu? Tapi kayaknya nggak ada. Mereka normal-normal aja. Terus apa?.
“ Ne, apaan sih? “ aku menyenggol-nyenggol siku Ane pelan, dan kali ini Ane merespons. Alhamdulilaahhh..
“ itu lho Ay, si ganteng. Si ganteng yang sering aku ceritain ke kamu itu.“ dan jari tangan kanan Ane mulai menunjuk lagi kearah gerombolan tadi.
“ yang mana sih Ne? “
“ itu tuh, yang make kemeja kotak-kotak sama jam tangan putih. Itu tuh yang namanya Mahesa ”
Mataku mulai memilah, memilih semua orang di dalam segerombolan orang-orang itu. Banyak yang memakai kemeja kotak-kotak, tapi satu-satunya yang memakai jam tangan warna putih hanya yang berdiri paling ujung kiri. Oh, itu toh. Cakep sih, lucu juga, matanya yang agak sipit bikin dia terlihat seperti orang cina. Tapi kalo aku bilang dia beneran cakep, bisa kesenengan ni si Ane.
“ oh, itu. Biasa aja lah.”
“ biasa gimana? Itu sih lebih dari biasa namanya Ay. Wah sok berselera tinggi nih kamu.” Ane mulai melotot, dan berkacak pinggang.
“ iya, emang biasa gitu. Anak semester berapa sih? Kok kayanya udah tua gitu.”
“ ih, bukan tua yaaa.. dia babyface.” Ane jengkel sendiri dan membuat ekspresi marah yang sangat lucu
“ iyadeh iya iya babyface.. boyband face maksudnya. Hahahahaha”
SILAHKAN UNTUK PARA PENONTON, BISA MULAI MENGANTRI UNTUK MASUK KEDALAM RUANG TEATER.
Suara keras dari salah satu audio mengakhiri perdebatan kami, dan dengan muka lega aku meninggalkan Ane yang masih aja pasang tampang kusut dan sok-sok marah. Hahahahaha

Sunday, December 15, 2013

Ah, Kamu bikin saya ketawa aja.



Coat berwarna mocca dengan senyuman yang sudah beribu-ribu kali saya hafalkan. Bau semerbak vanilla dari sisimu begitu nyata, membuat saya tidak bisa membedakan mana nyata mana fatamorgana. Coat shoft grey dengan kelakuan seperti biasa, itulah saya. Hihihi, saya masih saja tertawa sendiri. Gerakan jari tanganmu di pundak saya masih terasa hingga sekarang, terbawa hingga dunia nyata. Sungguh kasih penguasa semesta, Ia belum mau memberimu untuk saya, namun Ia berikan saya waktu untuk melihatmu di mimpi saya. Kamu.. saya sangat mengenalmu.



Wednesday, December 11, 2013

2 Pecahan Kerajaan Mataram



Semua masyarakat solo pasti sudah biasa dengan pemandangan gunung di setiap sudut kota, mulai dari gunung lawu yang terlihat di arah timur, dan gunung merbabu juga merapi di arah barat. Belum lagi di sekitar gunung merbabu terpampang jelas bukit-bukit gunungkidul yang penuh dengan lampu-lampu berkerlap-kerlip. Ah, sungguh damai melihatnya. Alam yang akan selalu bisa mengayomi jika kita juga mengayomi alam, seperti simbiosis mutualisme antar 2 kehidupan ciptaan Tuhan. Dulu, Yogyakarta dan sekitarnya pernah terguncang. Pernah mati suri karena alam. Ketika Merapi mencari kongsi, mengajak Merbabu untuk memberi peringatan pada manusia bahwa mereka hanyalah mahluk kecil yang tidak pantas berbuat sombong diatas dunia. Namun merbabu menolak, dia memilih diam. Merapi tetap melancarkan misi-NYA, merapi menggandeng petir dan pasangannya. Petir mulai menggoda, berkedip kearah semua penjuru yogyakarta. Memberi tanda pada pasangannya untuk terus menghembuskan hujan angin disana. Berkali-kali petir menggoda, seolah berusaha menjilat bumi dan penduduknya. Merapi tidak sendiri, dia bersama petir dan pasangannya. Merapi menggoyahkan daratan yogya, memberikan gelombang di pingiran laut jawa. Menunjukkan kehebatannya, menyampaikan pesan dari Tuhan untuk manusia. Debu vulkanik hanyalah efek, menjadi bonus dari merapi. Sebelum akhirnya, merapi benar-benar menyampaikan salam dari neraka. Memberikan sajian pertunjukan langsung betapa neraka melakukan hal yang lebih ngeri dibandingkan merapi. cairan merah meleleh dari puncak kaliurang, berjalan menyusuri bekas-bekas peradaban manusia yang ditinggalkan demi keselamatan. ‘Lihatlah, hanya padaku saja kalian lari, apalagi pada api neraka yang 40 kali lebih hebat daripada aku?’ teriak lahar panas, dengan suara yang terdengar nyinyir di telinga. Lahar membakar habis sisa-sisa peradaban itu, membakar habis semua yang dilewatinya. Sebagai salam penutup dari merapi, dilmuntahkannya juga lahar dingin di bagian lain yogyakarta sambil berkata ‘bisakah kalian bangkit setelah ini? Karena Tuhanku dan Tuhan kalian bilang ini hanyalah cobaan kecil untuk membuat kalian semakit kuat dengan kebangkitan’ Bangkitlah masyarakat yogya, bangkitlah.

Salam hangat,
               warga solo.