Wednesday, December 03, 2014

Sakit Hati

Pada suatu hari, aku mendapatkan sebuah kotak tanpa nama. Berwarna hitam legam kebiruan, dan sedikit tulisan. Namanya ‘masa lalu’, dengan warna yang menakutkan untuk diletakkan sebagai hiasan. Ingin kukembalikan, namun pada siapa akan kukembalikan. ‘Masa lalu’ ini tanpa nama, tanpa kejelasan siapa pengirimnya. Kututup ‘Masa lalu’ ini dengan kertas putih, kubungkus rapat dengan rapi. Tak lupa, kusematkan sedikit pita sebagai pemberi warna, sebagai hiasan agar terlihat makin indah. Kemudian, yang tercinta bertanya. “apa ini, apa isinya?”, kukatakan hanyalah sebuah benda yang akan mengganggu mata. “benda apa?” lagi-lagi dia bertanya, kujawab kau akan membenciku jika melihatnya. “tak akan, apa adanya kamu adalah sebuah pemberian” bujuk rayunya. Kemudian yang tercinta memaksa, membuka ujung kertas putih untuk mencari celah. Dan hanya dengan melihat sedikit hitam legam kebiruan, dia bertanya. “bagaimana bisa kau memilikinya?”, kujelaskan bahwa aku tidak tau darimana asalnya. Kukatakan bahwa aku tak tau kepada siapa aku harus mengembalikannya, pada siapa aku harus memberikannya. Lalu yang tercinta membenci, pergi, dan tak lagi kembali. Seperti inilah kisah akan terulang kembali, berputar berkali-kali dan menyisakan luka yang entah kapan ada penyembuhnya. Kalian yang tercinta akan datang bergantian, mencoba mengenal, bertahan, kemudian mencampakan. Pada siapa harus kukembalikan? Pada siapa harus kuberikan?


Membisu dalam suara, berteriak dalam sajak

Kepergian akan selalu menjadi sebait waktu yang menyakitkan, namun kedatangan akan membawa perban dengan obat yang menyembuhkan. Aku dan kamu memang dipetemukan, sempat dipersatukan, namun kemudian dipisahkan. Kepergianmu juga masih menjadi sebait waktu yang menyakitkan, namun kedatangan yang kutunggu kesembuhannya belum juga datang. Aku lelah menunggu, aku lelah mencarimu di semua lorong kedatangan. Sebelum kamu pergi, kamu memang beriku cirri untuk dapat menemuimu lagi. Tapi apa daya, energi ini hampir kering untuk menantimu muncul kembali. Di setiap lorong kedatangan kugantungkan mata siaga, agar aku tak pernah lewatkan waktu jika kamu ada. Telinga penuh informasi tentang jejak sebelum kamu pergi, namun tetap saja tanpa arti. Waktu demi waktu 4 tahun yang lalu itu sungguh membuatku rindu, seperti anak merindu sang ibu. Aku dan kamu itu satu, raga  dengan jiwa di dalamnya. Lalu ketika kamu pergi, akankah kamu kembali lagi, atau mungkin kedatangan yang lain sebagai pengganti. Datanglah kembali, kutunggu kamu di lorong kedatangan seperti isi janji.


Membisu dalam suara, berteriak dalam sajak

Untukmu, yang suatu saat akan datang kerumahku dengan membawa segenap keluargamu. Perkenalkan, aku si wanita tanpa sempurna. Keahlianku adalah melupakan hal-hal kecil, karena itulah aku disebut pelupa. Hobiku menulis, sembari meredam tangis. Cita-citaku sederhana, hanya ingin menjadi wanita yang sedikit lebih sempurna. Jika kamu melihatku, mungkin kamu akan terpukau dengan keangkuhanku. Tapi sekarang, akan kuperkenalkan satu-satunya jiwaku. Topeng-topeng kemarin sedang tak terpakai, tergeletak diujung kamar. Aku tidak akan menyamar, inilah aku dengan tanpa jaket hitamku yang terlihat sangar. Aku ini kaku, dan tak banyak mengerti tentang ilmu. Kuanggap diriku ini cukup bodoh untuk tahu, tahu bahwa satu-satunya yang terbaik adalah yang bisa menerimaku. Aku, dengan apa-adanya diriku. Maaf, mungkin akan ada sewaktu penuh angkuh dariku. Mungkin itu hanya terbiasa, suatu saat juga akan hilang dengan sendirinya. Aku memang terbiasa angkuh, angkuh terhadap dunia. Dunia ini begitu keras, untuk itu aku angkuh untuk menghadapinya. Rasa takut, bimbang, benci, jijik, dan sedih itu tercover dengan angkuh. Mohon jangan salahkan aku, aku hanya tak cukup pintar untuk memahami apa maumu. Jika suatu hari kita berbeda di persimpangan jalan, tunjukkan. Dan jika aku salah, bimbinglah. Karena aku mau belajar, belajar memamahi hidup dengamu. Belajar menghadapi dunia dengan caraku juga caramu, tanpa ragu. 


Friday, October 17, 2014

Write your destiny II




Menulis?? Seperti angin aku melihatnya, ada kebebasan, melintasi keseluruh

    penghujung dunia, mengamati seluruh gerak gerik kehidupan dan kemudian

   menghembuskan kabar kedaun-daunan, seperti kita saat mengabadikan menjadi
   sebuah tulisan, tak peduli pahit atau manis, karena angin bersifat menyejukkan.


   By : Raafi
 



Wednesday, October 08, 2014

Bahasa cinta dari alam




Cintaku bersemi bersama cahaya pagi, berkawan embun yang menyirami. Cintaku sakit bersama terik siang hari, membara membawa luka dan peluh akan penyakit hati. Cintaku mengalah bersama mega, bersama padamnya cahaya dan membasuh luka dengan merah saga. Cintaku berdiam dalam malam, melihat dan mengambil kesimpulan. Hingga akhirnya, cintaku kembali diantara keluarnya matahari dan tenggelamnya bulan malam hari, kembali memeluk diri dan bersemi bersama cahaya pagi, kembali. Lihatlah, cintaku masih disini. Terus-terus saja kembali, dan takkan pernah mati.


Friday, September 12, 2014

Write your Destiny

Suatu malam di ujung ruangan, perempuan itu menatap lekat layar dihadapannya. Dia berfikir bagaimana harus mengeluarkan penjelasan atas hobby yang dipertanyakan beberapa orang disekitarnya, hobby yang menjadi teman sejatinya. Dia mulai mengetik beberapa kata, dan mulai ada suara dari tuts-tuts di hadapannya. Tapi sekali lagi, berakhir dengan Ctrl+A kemudian Delete.

Apa arti menulis untukmu?

Pertanyaan macam apa ini, pikirnya. Dia tidak tau bagaimana cara menjelaskan arti keberadaan teman sejatinya itu. Hingga akhirnya, dia menutup mata. Mulai merasakan apa yang dia rasakan, dan menulis..


Menulis, seperti air aku melihatnya. Air yang disebut-sebut sebagai obat, sebagai elemen paling menenangkan di dunia. Seperti terapi tersendiri, pada tulisan aku bisa melepaskan penat dalam bentuk yang lebih menyenangkan. Seperti air dia menyegarkan, mengalir pelan membersihkan ubun-ubun kepala, melewati mata dan sedikit tergoyang membias menjadi air mata. Melewati hidung, menyerbak seperti embun pagi yang menghembus  di hadapan jendela. Kemudian turun perlahan membasahi mulut dan tenggorokan, membuat mulut kehilangan kata-kata tak berguna untuk diucapkan. Berubah menjadi tulisan-tulisan pasti. Mengalirkannya melewati pancreas, melegakan setiap tarikan nafas. Mengalir kembali melewati hati, membawa setiap luka akan tersakiti. Merembes pada empedu, membuai lambung melepaskan endapan racun. Kemudian segala hari biru tangis seolah sirna dengan luar biasa, mengembun menjadi kata-kata melayang di udara, tertangkap dalam imajinasi membentuk makna tersendiri. Menjadi lebih berarti..


Monday, June 30, 2014

Filosofi Jual Beli



Filosofi seorang perempuan yang belum menikah itu seperti barang yang dijual, memeiliki kualitas dan harga masing-masing. Kualitas barang yang special selalu diminati pasar, diperebutkan dan dicari oleh kebanyakan orang. Tapi ketika barang dengan kualitas yang terbaik itu selalu dibandrol dengan harga mahal, maka pasar akan berfikir dua kali untuk merogoh kocek lebih dalam. Beberapa orang di pasaran berfikir bahwa untuk apa membeli barang mahal dengan kualitas terbaik, yang lain lagi akan rela menjual apapun miliknya demi barang itu. Ketika sudah berada pada titik ini, banyak orang akan mulai memikirkan manfaat dari barang itu sendiri. Mereka akan menimbang-nimbang antara kualitas dan manfaat dengan harga barang. Setelah dibeli, nasib barang itu akan berada pada tangan si pembeli. Diumpamakan saja barang itu adalah buku, maka nasib buku itu bisa menjadi hiasan, buku bacaan, atau sekedar disimpan. Itu semua tergantung si pembeli, dan tergantung ingin menjadi apa barang itu sendiri. Pada konteks manfaat, perempuan akan lebih adil jika diumpamakan sebagai barang yang fleksibel, dia bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Dia bisa menjadi perempuan hebat yang mau menjadi apapun untuk si pembeli, atau menjadi apa yang dia inginkan. Kembali lagi, nasibnya berada di tangan si pembeli. Lalu bagaimana jika dibeli oleh penjahat, lalu bagaimana jika dibeli oleh perampok, pencuri? Aku ingin dibeli oleh pejabat, konglomerat, atau orang hebat? Aku ingin, aku ingin, aku ingin, sifat dasar manusia yang menginginkan kesempurnaan selalu menjadi acuan. Bersyukur lah jika kalian beberapa perempuan adalah orang yang percaya pada sebuah dalil bahwa “perempuan baik akan mendapatkan laki-laki baik, begitu pula sebaliknya” , karena itu artinya kalian sudah memiliki rumus untuk menyelesaikan persoalan ini. Buatlah dirimu perempuan menjadi sesuatu yang sefleksibel mungkin, dimana adakalanya kamu harus menjadi ibu, babu, guru, ataupun penipu. Tingkatkan kualitas dirimu, karena kualitas akan selalu erat kaitannya dengan hargamu. Jika kamu lelah menempa diri, teriakkan lelahmu. Teriakkan lelahmu dalam doa, tangiskan demi meminta pembeli yang sebaik-baiknya. Karena seperti barang berkualitas, kita butuh promosi. Promosikan dirimu dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, pemilik dari segala jenis manusia. Lalu gigit erat aturan pemakaian, aturan kehidupan yang akan kamu jalankan. Sulit bukan? Membingungkan bukan? Jawabannya Tidak. Karena kebaikan itu seperti nafas, sangat mudah dilakukan. Tapi saking mudahnya, terkadang kita melupakan. Perempuan, kalian akan menjadi pembentuk dari manusia di masa depan. Akan banyak sekali rintangan di hadapan kalian yang siap menghadang, maka jadilah sebaik mungkin, promosikan seramai mungkin, agar pembeli itu adalah orang yang juga sesempurna mungkin. Karena barang yang sudah dibeli, tidak dapat ditukar kembali. Nasibmu, di tanganNYA.