Friday, January 18, 2013

semacam sinetron PART I



Triiiing triiiing drrtttt triiiing triiiiing drrtttt ..
“ halo, assalamualaikum “
“ halo, wa’alaikmssalam. Dita? “
“ iya, ini siapa? “
“ bunda “
Long long time a go, entah kapan terakhir kali aku mendengar suara seperti ini lagi. Bunda, ibu nya Anggara ku tercinta.
“ dita? Gimana kabarnya? Kok lama nggak ngehubungin bunda tho? “
“ alhamdulilah baik, bunda sendiri apa kabar? Iya ini dita sibuk banget bun. Banyak banget tugas, mau ngehubungin juga sekarang dita nggak tau musti bahas apa, topiknya ilang semua bun. Hehehe “
“ alhamdulilah bunda juga baik. Kok nggak ada topik? Tapi, bener juga dit. Mungkin jarang ada lagi yang bisa dirundingin, biasanya kan bunda yang sering nelfon kamu gara-gara Anggara nggak bisa dihubungin.”
“ hehehehe, iya bun.”
“ tapi, sekarang bunda nelfon kamu lagi kan. Soalnya mau ada Anggara atau nggak ada, dita kan tetep anaknya bunda.”
Kalimat itu membuatku lega, sangat lega. Seperti sebuah pelukan lama yang telah kurindukan adanya, dan aku mendapatkannya kembali.
“ iya bun, aku sayang banget sama bunda.”
“ bunda juga, oiya kamu ikut organisasi-organisasi di kampus ya? “
“ iya bun, kenapa gitu? “
“ oo...hahaha, tuh kan. Kamu tu nggak ada bedanya sama Anggara, sama-sama suka sibuk. Haha “
“ hehehe, iya bun. Seru kok bun sibuk-sibuk di kampus, kalo kurang kesibukan malah sepi. Kata mas Anggara dulu, kalo kita sering sibuk itu sama kayak ngelatih otak. “
“ iya, nadia juga sering dimarahin sama mas mu itu. Pasti bilang ‘otak kamu nggak akan berkembang dek kalo males-malesan’ “ sambil mempraktekkan cara khas Anggara marah-marah
“ hahahaha, iya bun dia mah kalo marah-marah mesti gitu. Ampe hafal. Hahaha “
“ andai dia masih ada ya dit, sayang dia udah pergi.” Nada suara bunda menurun, aku tahu beliau sangat rindu pada Anggara
“ dia nggak pergi bun, mas Anggara juga pasti nggak mau pergi kok. Allah terlalu sayang sama mas Anggara, Allah nggak mau mas Anggara terlalu lama menderita ngerasain sakitnya. Allah rindu sama mas Anggara, makanya Allah jemput mas Anggara dulu.” 

Aku mengucapkan dengan menahan nafas, menahan tangis, dan menahan beberapa luka akibat kekosongan yang dengan sangat cepat datang. Nggak Cuma bunda yang rindu, aku juga. Sangat rindunya, karena dia adalah jadwal hidup yang selalu menuntunku. Memberi arah untuk puasa sunnah, meminta untuk tahajjud bersama, menenangkan dengan suara baca’an Qur’annya, menunjukkan jalan ketika aku sangat tidak tahu arah, dan dia juga bisa jadi siapa saja. Jadi teman ketika bercanda, jadi kakak ketika bijaksana, jadi ayah untuk perhantiannya, jadi adik ketika manja, bahkan jadi ibu dengan pelajaran memasaknya. Siapa yang tidak rindu, jika biasanya terbangun malam karena suara dering HP dan ucapan lembut ‘dek, sholat yuk. Temeniiin’ dan kemudian itu hilang begitu saja. Siapa pula yang tidak rindu, jika biasanya susah dan selalu ada suara lain yang mau membacakan Qur’an, dan kemudian itu hilang begitu saja. 

“ iya nak, kita Cuma bisa kirim salam lewat doa buat mas mu. “ lamunanku pecah karena jawaban bunda
“ iya bun, Cuma doa. “
“ yauda, jangan dibahas lagi nanti bisa nangis ini bunda. Hehehe “ sambil terdengar suara bunda yang agak parau, tapi kembali berubah. Mungkin bunda menahan tangisnya.
“ bunda, jangan nagis ah ntar cantiknya ilang lho. Hhehehe “ aku mencoba menghibur
“ hahaha, ada-ada aja kamu. Oiya lupa bunda tadi lagi masak, bunda tinggal ngecek dulu ya sayang, tadi bunda tiba-tiba keinget kamu pas masak oseng udang. Hehehe. Kesukaan kamu kan? “
“ wah pantesan daritadi ada bau-bau menggoda gimana gitu bun. Hehehe “
“ kapan-kapan deh insyaallah dimasakin, kalau bunda ke jogja “
“ sip. Yauda itu masakannya keburu bun “
“ oiya, lancar barokah ya disana nak. “
“ amin, bunda juga sehat-sehat ya bun. “
“ iya sayang, assalamualaikum. “
“ waalaikmssalam “

0 comments: