Monday, May 20, 2013

sketch of mine


“ Kamu mau kemana? “ suara Mahastra mengejarku dengan langkah kaki setengah berlari. Kulihat wajahnya ngos-ngos an, kemeja biru muda yang dikenakannya sudah terlipat hingga setengah lengan, dan sepatu pantofel sudah dijinjing, dia berjalan tanpa sepatu. Hihhihihi, lucu juga anak ini kalo dikerjain. Dia mulai berlari mendekat dan beberapa detik kemudian sudah berada di depanku. 
“ kamu tuh ya, lama-lama aku pakein iketan anjing deh. Lari-lari mulu. Lincah amat sih, amat aja ga lincah-lincah banget.” Sambil berbungkuk, satu tangan memegang lutut dan satunya memegang dada. Dia sedang mengatur nafasnya yang ngos-ngos an.
“ hahahahaha, cemeeen, masa gitu doing udah nyerah si. Lagian aku kan ngajakin jalan-jalan aja. Pantai ini tu bagus banget tau. Iya kan?? Aku pengen cepet-cepet di puncak tebing sanaa, pengeeen.” Jawabku penuh semangat  sambil menunjuk kearah puncak tebing ujung barat pantai.
“ jalan-jalan nenek moyang dari hongkong, ini sih lari-lari namanya di.” Sekarang dia mulai berkacak pinggang
“ udah ah, yuk. Keburu mataharinya tenggelem semua.”
Kulanjutkan langkah kakiku, aku berlari sambil melihat kearah belakang. Mahastra mulai memasang wajah kusut, dia kaget melihatku mulai berlari lagi. Hahahahaha, sukuriiiiin. Siapa suruh tadi pagi langsung berangkat kerja duluan nggak mau nungguin aku. 
Mahastra memaksa kakinya berlari juga, kemejanya sudah berantakan dan keluar dari sisi-sisi perutnya. Jas putih yang tadinya dikenakan juga sudah dilepas disampirkan di pundak kanannya. Dokter macam apa dia ini, masa diajakin lari dikit aja udah ngos-ngos an. 
Setelah sampai diatas, Mahastra benar-benar menyerah. Dia duduk diatas rumput dan menyelonjorkan kakinya. Melihatku sedang  tertawa girang sambil bertepuk tangan saking senengnya liat pemandangan matahari tenggelam. Dia melihatku sambil tertawa kecil, seperti melihat bocah 5 tahun tertawa senang karena mendapat balon.
                                                                         ----------------
“ Kamu mau kemana? “ tanyaku pada perempuan aneh di depanku ini, tapi seolah tidak mau menjawab, dia hanya berhenti berlari dan memandangku dengan raut wajah yang selalu tidak bisa dijelaskan. Wajahnya itu, selalu bukan marah, bukan sedih, bukan kaget, bukan senang, lebih tepatnya, dia melongo. Tapi itu yang selalu membuatku lega melihatnya, dan menghilangkan segala beban dalam raga. Aku jalan setengah berlari, mengejar perempuan itu yang sedang menungguku mencapai posisinya berdiri. Kutenteng sepatu pantovelku dan kulipat kemeja dan jas praktekku sampai lengan.
“ kamu tuh ya, lama-lama aku pakein iketan anjing deh. Lari-lari mulu. Lincah amat sih, amat aja ga lincah-lincah banget.” Ucapku padanya begitu aku berdiri di depannya. Bukan berdiri siih, lebih tepatnya membungkuk. Aku bener-bener nggak sanggup diajakin lari-lari. Perempuan iniiiiii, huh. Bener-bener perempuan aneh, seingatku 10 menit yang lalu dia sedang marah dan bicara sangat jutek. Tapi setelah melihat sunset dan puncak tebing yang kutunjukkan, wajahnya berubah cerah dan sangat excited. Sumpah aku nyesel udah nunjukkin tempat ini biar dia nggak marah lagi. Capeeeeeekk.
“ hahahahaha, cemeeen, masa gitu doing udah nyerah si. Lagian aku kan ngajakin jalan-jalan aja. Pantai ini tu bagus banget tau. Iya kan?? Aku pengen cepet-cepet di puncak tebing sanaa, pengeeen.”
Dia mengejekku, kemudian menunjuk kearah puncak tebing. Aku melihatnya dari samping. Dibalik dia berdiri, terpampang pemandangan matahari tenggelam, cahaya matahari itu begitu terang, sehingga perempuan itu terlihat seperti siluet dan lekukan bentuk wajahnya terlihat jelas. Senyuman manisnya terlihat lebih menawan dengan cahaya matahari yang langsung memancar dari sisi kanannya. 
“ jalan-jalan nenek moyang dari hongkong, ini sih lari-lari namanya di.” Aku pura-pura marah, tapi dia tetap saja cuek dan malah menjawab.
“ udah ah, yuk. Keburu mataharinya tenggelem semua.” 
Dita, perempuan itu kembali berlari. Ya ampuuun, lincah banget sih. Kususul dia, dan kupaksakan kakiku berlari mengejarnya, walaupun dengan wajah nggak karuan.
Setelah sampai diatas puncak, aku bener-bener nyerah. Aku langsung duduk diatas rumput dan melihat perempuan itu tertawa sambil bertepuk tangan. Sekali lagi, tawanya melepaskan lelah dari raga. Dia melihatku dan melihat matahari tenggelam di depannya secara bergantian. Mengucapkan satu kata berkali-kali sambil terus bertepuk tangan.
“ yeaaaaaaayyy.. kereeeeen.” Ucapnya terus

Cinta,dia begitu lincah ternyata
Melepas penat dan lelah dari raga
Menebar senyum dimana-mana
Dita, kamu yang tercinta…


2 comments:

emmm ...lumayanlah.xixixi, bagusan lagi kalau nama mahastra diganti sama nama Raafi.serius. :)

aich, males bangeeett >.<