6/30/2014 -
aulia's diary
No comments
Darah Saya
Negaraku memiliki
berbagai macam suku, ras, agama, Bahasa, dan strata tentunya. Dalam berbagai
cerita, masing-masing suku memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Kekurangan dan kelebihan itu lebih terlihat sebagai hasil dari budaya dan
kebiasaan hidup masing-masing. Seperti orang jawatengah yang lebih suka
membicarakan sesuatu dibelakang ketimbang di hadapan orangnya karena budaya
sopan yang dijunjung tinggi sehingga menyinggung perasaan adalah salah satu
pelanggaran norma yang dihindari. Ataupun Masyarakat pesisir pantai yang
memiliki ciri khas berbicara lantang karena lokasi tempat tinggal yang berada
di pesisir pantai membuat suara mereka harus berpacu dengan suara ombak. Itu semua
terbentuk karena kebiasaan dan hal yang wajar dalam kehidupan, tapi aku pernah
tidak mau mengakuinya. Darah cina dan Surabaya yang mengalir dalam diriku
pernah tidak kuakui keberadaannya. Orang cina yang dikenal sebagai manusia
pelit dan perhitungan, juga orang Surabaya yang dikenal kasar dan kurang sopan.
Dulu, darah cina sempat kulupakan karena menurutku terlalu memalukan, dan darah
Surabaya dengan Bahasa jawa sempat terganti dengan Bahasa ‘Lo Gue’ hanya karena
gengsi. Itu baru suku, belum lagi tentang Strata yang selalu berusaha kuangkat
dengan setinggi-tingginya. Tapi, sekarang aku menyesal pernah melakukannya.
Dalam perjalananku ke
singapura beberapa bulan yang lalu, aku bangga dengan darah cina yang mengalir
cukup jelas di dalam diriku. Dan memang harus kuakui, perhitungan adalah salah
satu sifatku yang sampai sekarang masih aku usahakan untuk hilang. Disana di
negeri singa itu, kulihat banyak orang cina berlalu lalang. Mereka berjalan
sedemikian cepatnya, seolah waktu untuk berjalan ini juga berharga jika hanya
untuk berjalan. Mereka duduk di dalam trem dengan kesibukan berarti seperti
membaca buku melalui tablet, belajar bersama, dan mengasah kemampuan melalui
aplikasi-aplikasi dalam smartphone mereka. Orang cina yang terkenal sebagai
pebisnis handal, orang cina yang tergolong cepat dan tanggap dengan kondisi
pasar, orang cina yang selalu punya tekad kuat untuk menjadi manusia modern dan
maju dalam segala bidang, itu semua tak kulihat dan kulupakan hanya karena
sifat dasar orang cina yang terkenal perhitungan dan tega. Tapi sekarang, aku
bangga sebagai keturunan cina. Darah wiraswasta yang memang menjadi sumber
penghasilan keluargaku secara turun temurun itu juga kubanggakan, dan kami
sering menyebut diri kami dengan sebutan ‘Cina Ndeso’. HAHAHA
Surabaya adalah kota
besar yang paling dekat dengan kabupaten tempat tinggalku sekarang. Walaupun
aku tinggal di kabupaten kecil di tengah pulau jawa, darah Surabaya itu terbawa
melalui nenekku yang awalnya adalah rakyat cina. Hidup berthaun-tahun di
Surabaya dan hijrah ke kabupaten kecil tidak menghilangkan sifat Surabaya yang
akhirnya melekat pada semua anggota keluarga besarku. Ciri-ciri nya sangat
mudah dilihat, cenderung keras dan bersuara lantang. Bahasa jawa Surabaya yang
cenderung kasar digunakan oleh beberapa kota-kota kecil di sekitarnya,termasuk
kota kecil tempat tinggalku. Bahasa jawa medhok, kasar, sifat keras, dan
bersuara lantang, aku tidak akan pernah menggantinya lagi dengan Bahasa ‘Lo
Gue’ hanya karena memenangkan gengsi demi posisi strata di hadapan manusia.
Dan tentang Strata,
kita boleh beracting dengan pakaian, kepemilikan, tapi jangan dengan jiwa hanya
demi strata. Hidup ini sudah menjadi film dengan Tuhan YME sebagai sutradara,
tidak perlu beracting lagi bertamengkan gengsi hanya demi strata. Jika
menurutmu kamu bisa, maka berusaha. Jika menurutmu kamu tidak bisa, masih
banyak kesempatan lain diluar sana. Jika kamu silau dengan strata mereka yang
berisikan harta, buatlah mereka silau dengan strata yang berisikan hati. Karena
strata tertinggi adalah yang berada disisi Sang Pencipta.
0 comments:
Post a Comment